Bulan Juni 2025 mendatang, menjadi akhir masa jabatannya sebagai Keuchik. Namun, alih-alih bersiap melepaskan tugas, desakan justru datang dari warga yang menginginkannya kembali memimpin.
“Pak Sofyan itu bukan hanya pemimpin, dia pengayom,” kata Abdurrahman, seorang warga desa yang ditemui di sebuah warung kopi pinggir jalan. “Kami merasakan betul perubahan. Mulai dari pembangunan fisik, kegiatan sosial, sampai ke pengelolaan anggaran, semua dijalankan dengan transparan,” tuturnya.
Di masa kepemimpinan Sofyan Insya, Desa Cot Makaso yang dihuni sekitar 140 kepala keluarga itu mengalami lonjakan aktivitas sosial. Mulai dari kegiatan gotong royong rutin, syukuran tahunan desa, hingga pemberdayaan warga yang sebelumnya nyaris tak terdengar.
Murniati, salah satu emak-emak desa, tak bisa menyembunyikan kekagumannya. “Dulu, desa ini sepi. Tapi sekarang ramai dengan kegiatan. Meunasah selesai dibangun, jalan diperbaiki, dan setiap sen uang desa ada laporannya. Kami jadi merasa dilibatkan,” ujar Murniati.
Di balik capaian tersebut, Sofyan Insya tetap rendah hati. Ditemui saat acara syukuran desa pada Minggu 11 Mei 2025 kemarin, ia hanya tersenyum ketika ditanya soal kemungkinan maju kembali.
“Saya ini nelayan juga Bang. Kadang sering di laut, jadi jarang hadir di desa pada momen-momen tertentu,” katanya pelan. “Tapi kalau warga menginginkan dan memang masih dipercaya, saya pikir-pikir dulu. Yang jelas, siapa pun nanti yang memimpin, saya harap bisa melanjutkan program yang sudah ada,” pinta Sofyan.
Kultur masyarakat Cot Makaso dikenal ramah dan kompak. Desa yang diapit gunung dan sungai Krueng Beuracan ini tidak hanya kaya akan keindahan alam, tetapi juga semangat kolektif yang kuat. Dalam suasana seperti itu, sosok seperti Sofyan Insya menjadi lebih dari sekadar pemimpin administrative, tetapi ia menjadi simbol harapan akan kepemimpinan yang jujur dan inklusif.
Kini, menjelang akhir masa jabatan, Sofyan Insya, satu pertanyaan mengemuka di hati masyarakat Cot Makaso: Akankah ia kembali? Yang pasti, jika harapan adalah suara, maka suara itu hari ini menggema di seluruh penjuru desa, memanggil kembali sang pemimpin nelayan untuk melanjutkan pengabdian. (Herry)